Minggu, 08 April 2012

HUKUM PERIKATAN

Pengertian
Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata, pengertian perikatan adalah suatu hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
Pengertian perikatan yang dimaksud suatu hal yang tidak dapat dilihat tetapi hanya dapat dibayangkan dalam pikiran kita. Untuk mengkonkretkan pengertian perikatan yang abstrak maka perlu adanya suatu perjanjian.
Oleh karena itu, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah demikian, bahwa perikatan itu dilahirkan dari suatu perjanjian

Dasar hukum perikatan 
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan.
2. Perikatan yang timbul dari undang – undang
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian

Dalam berbagai kepustakaan hukum Indonesia memakai bermacam-macam istilah untuk menterjemahkan verbintenis danovereenkomst, yaitu :
  1. Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Subekti dan Tjiptosudibio menggunakan istilah perikatan untuk verbintenis dan persetujuan untuk overeenkomst.
  2. Utrecht dalam bukunya Pengantar Dalam Hukum Indonesia memakaiistilah Perutangan untukverbintenis dan perjanjian untukovereenkomst.
  3. Achmad Ichsan dalam bukunya Hukum Perdata IB, menterjemahkan verbintenis dengan perjanjian dan overeenkomst dengan persetujuan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam
bahasa Indonesia dikenal tiga istilah terjemahan bagi ”verbintenis” yaitu :
  1. perikatan
  2. perutangan
  3. perjanjian
Sedangkan untuk istilah ”overeenkomst” dikenal dengan istilah
terjemahan dalam bahasa Indonesia yaitu :
perjanjian dan persetujuan.

Azas-azas hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata
  • Azas Kebebasan Berkontrak
Dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Dengan demikian, cara ini dikatakan ‘sistem terbuka’, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, dengan pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan.

  • Azas Konsensualisme
Azas ini berarti, bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.
Dalam Pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yaitu :
  1. Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri
  2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian
  3. Mengenai suatu hal tertentu
  4. Suatu sebab yang halal
Wanprestasi dan akibat-akibatnya
Wanprestasi adalah prestasi yang tidak terpenuhi, timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan.

Bentuk dari wansprestasi terbagi menjadi empat kategori :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Akibat-akibat Wansprestasi
Berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi ,digolongkan menjadi tiga kategori :
1. Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi tinga unsure, yakni
a. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
b. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor;
c. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.

2. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.

3. Peralihan Risiko
Kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata
Ada dua alasan:
1. Karena Wanprestasi.kesalahan, kesengajaan, kekhilafan dari debitur
2. Overmacht.Karena keadaan memaksa

HAPUSNYA PERIKATAN


  • karena pembayaran;
  • karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;
  • karena pembaruan utang;
  • karena perjumpaan utang atau kompensasi;
  • karena percampuran utang;
  • karena pembebasan utang;
  • karena musnahnya barang yang terutang;
  • karena kebatalan atau pembatalan;
  • karena berlakunya suatu syarat pembatalan karena lewat waktu.

Sumber
fikaamalia.files.wordpress.com/2011/02/azas-hukum-perikatan.doc
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/hukum-perikatan-12/
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/bw3.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar